Sunday, September 14, 2008

Hidup Baru

Sebulan belakangan ini saya mengalami banyak perubahan. Tidak seberapa sih, tapi untuk saya yang hidupnya gitu-gitu aja, perubahan belakangan ini cukuplah untuk disebut memulai hidup baru. Awalnya saya kuatir, dengan tiga perubahan sekaligus, akan ada trial dengan lebih banyak error untuk menyesuaikan diri. Berapa lama, ya, saya harus beradaptasi sampai hidup saya seimbang lagi alias error-nya sudah diminimalisir?

Ternyata tidak begitu lama. Dari tiga perubahan yang direncanakan, hanya dua yang kejadian. Jangan tanya. Itu sudah di luar kuasa saya. Tapi dua perubahan itu, ternyata sungguh menyenangkan! Bahkan rasanya hidup saya mencapai titik stabil yang baru. Aktif. Tepat waktu. Efisien. Rajin. Bermakna. Sadis pokoknya! (Sebagai seorang pesimis dan sinis sih saya mendengar suara-suara seperti “kalau tidak ada cobaan baru berarti Anda berada di jalan yang salah” atau “kebanyakan orang yang merasa sedang dalam keadaan terbaiknya justru dilihat orang lain tidak begitu dan sebaliknya” tapi berhubung saya sedang stabil dan bersemangat, lain kali sajalah membahas pikiran-pikiran negatif ini. Kalau sudah kesandung tantangan hehehe).

Langsung saja, dua perubahan itu adalah kuliah lagi dan ngekos lagi. Biasa aja, ya? Ya nggak, lah. Bagi saya yang sudah tiga tahun tidak mengecap bangku pendidikan dan dua tahun tidak hidup sendiri, ini sungguh menyenangkan. Pagi kerja, sore kuliah, dan berhubung ini bulan Ramadhan, puasa jadi tidak terasa karena kuliah saya selesai pas waktu berbuka. Lalu pulang ke kosan. Kamar sendiri. Tidak ada orang sembarangan keluar masuk kamar saya. Terserah saya mau buang waktu main game atau tidur. Dan berhubung saya sedang rajin, kegiatan di kamar ya baca bahan kuliah atau kerja. Cieeee. Sadis kan? :p

Sayangnya, kestabilan hidup ini tidak termasuk rajin posting di blog. Makanya sekarang berdatangan sindiran-sindiran dari pembaca blog saya (jadi ingat kalimat dalam tanda kutip kedua dalam tanda kurung di atas). Haduuh maap. Ini memang keterbatasan waktu semata. Dengan perubahan hidup saya yang begini, harusnya banyak cerita.

Saking banyaknya, saya akan cerita soal transportasi saja. Walaupun saya kenal daerah tempat tinggal baru ini, yaitu Salemba, saya kan tidak tahu transportasi apa yang paling cepat mengantarkan saya ke kantor saya di Kuningan. Setelah ditanya, ada beberapa opsi, yang lebih murah, lebih cepat, lebih sedikit jalan kaki, lebih sedikit ganti angkot, dll. Hari pertama berangkat ke kantor dari kosan, saya coba yang paling murah, yaitu sekali naik kopaja. Tetapi saya harus jalan kaki hampir 15 menit lamanya untuk mencapai kopaja. Nooo problem. Saya pejalan kaki yang tangguh. Jadi sebelum berangkat saya sudah siapkan mental supaya tidak mengeluh di jalan. Sempat bertanya arah pada penduduk, tapi memang tidak susah, “tinggal lurus, Mbak”, kata ibu itu. Oke. Tiba-tiba saya sampai di pasar tradisional. Tidak apa. Saya sudah lama tidak ke pasar tradisional. Dan saya pikir tidak ada salahnya toh melihat-lihat masyarakat bawah sekali-sekali. Jangan ke atas mulu, dong. Saya perhatikan pasar itu dengan seksama seolah-olah ingin merekam dan menulisnya dalam novel. Dasar sok wartawan hehehe.

Tapi apa daya, saya sampai di halte yang salah. Saya sampai di Cikini dan berjalan ke kiri. Padahal kopajanya ada di jarak beberapa ratus meter di sebelah kanan saya waktu itu untuk kemudian langsung belok. Jadi saya tidak menemukan kopaja itu. Saya akhirnya harus naik kopaja dua kali. Ke Manggarai dulu lalu disambung ke Kuningan. Pulangnya cukup gampang. Saya ke Manggarai lagi. Saya tanya ibu-ibu apakah ada angkot yang langsung ke Salemba. Ada bemo yang ke RSCM. Tapi ternyata sampai lampu merah malah belok kanan, padahal saya harus ke kiri dan masih cukup jauh. Berhubung saya bawa barang banyak, malas jalan kaki dan akhirnya saya naik angkot lagi. Fyuh…

Hari kedua, saya mencoba lewat jalan itu lagi. Kali ini pasar tradisional itu tidak begitu menarik. Apalagi waktu saya harus menunduk menghindari barang pikulan seorang kuli. Bukan karena muka saya kena barangnya. Tapi gara-gara waktu menunduk itu wajah saya persis di atas kue pancung yang baru matang. Aromanya langsung ke lubang hidung. Saya tidak tahu ini membatalkan puasa atau malah menambah pahala karena aroma kue pancung itu adalah godaan... 

Akhirnya saya belok kiri sebelum sampai di ujung jalan yang yaitu yang tembus ke Cikini. Perkiraan saya, jalan ke kiri ini akan menuju ke jalan yang sejajar dengan RSCM. Mungkin saya bisa naik bemo itu lagi ke arah sebaliknya. Dan benar, saya akhirnya sampai di jalan itu. Tapi saya lupa kalau itu jalan searah! Duh geblek! Jadi saya jalan lagi beberapa meter untuk naik kopaja yang ke Manggarai seperti kemarin.

Beberapa hari berikutnya, saya berangkat ke arah berlawanan, yaitu keluar ke jalan Salemba, lalu menyusurinya ke persimpangan dengan Raden Saleh. Saya tahu harus naik kopaja dua kali. Tidak masalah, sih. Masih termasuk murah untuk saya. Tapi kok saya tidak rela, ya, jalan kakinya mungkin 2/3 jarak kalau ke Cikini, tapi harus ganti kopaja. Kalau di Cikini kan sekali saja.

Jadi esoknya saya coba lagi jalan ke arah Cikini, dengan asumsi bahwa di tengah jalan saya harus berbelok ke kanan dengan harapan keluar pas di halte yang saya tuju. Di tengah pasar tradisional itu saya belok kanan, tapi ternyata tidak terlalu kanan. Karena malah sampai di tempat pencucian umum penduduk sana, jadi saya harus masuk pasar tradisional lagi. !@#$%^

Di hari berikutnya barulah trial dan error ini berakhir! Saya menemukan belokan ke kanan yang benar. Saya sampai di jalan yang cukup besar untuk dilewati mobil. Kawasan perumahan menengah. Senang rasanya melihat masih ada perumahan di Jakarta yang berhalaman luas, walaupun harga tanah di sini pasti mahal. Dan akhirnya jalan ini berujung persis di halte yang saya tuju! Jadilah jalan itu yang selalu saya tempuh tiap berangkat kerja. Tidak untuk pulang karena saya harus ke kampus dan kuliah. Ah senangnya!

image from http://flickr.com/photos/94416001@N00/12091420/

10 comments:

  1. Iya, Wanda juga merasa kalau hidup sudah mulai monoton, tantangan & kesibukan baru bisa bikin hidup rasanya lebih ada makna. Semakin sibuk rasanya, malah makin bisa mengutamakan waktu untuk yg bermanfaat. Tapi kalau banyak waktu luang, malah dihabiskan buat yang ga penting. Jangankan kegiatan baru, punya sepatu baru aja rasanya sudah nambah semangat, hehehe.

    Seru juga ya nyari transportnya. Wanda ga pernah tinggal di Jakarta, jadi kurang begitu ngerti detilnya. Tapi ngerti banget gimana penasarannya sampe ketemu halte yang bener, soalnya Wanda juga suka bereksperimen nyari rute baru :)

    Makasih ya udah mampir, Alia. Keep on writing, you're good..Btw, dilink juga ya

    ReplyDelete
  2. gak harus di jakarta, wan. pesan utama posting ini adalah serunya nyari jalan baru kalo baru pindah ke kota yang baru (dan ternyata pindah dalam kota aja juga seru) mungkin wanda juga begitu waktu pertama di singapore hehehe

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. rencana satu lagi apa?hehe

    ReplyDelete
  5. Selamat dataaaaaaaaang...akhirnya nambah lagi temen kos di lantai atas...mwwahahahahahah...

    ReplyDelete
  6. thanks mbak :)
    jadi semalam gak keluar2 kamar itu gara2 nyariin blog gw ya mbak?:p

    ReplyDelete
  7. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  8. mau naik apa siy alia? no 20 ya? hehehe.... hati-hati ya buk, sering ada copetnya tuh

    ReplyDelete
  9. iya naik 20 ki, emang terkenal dgn copet tuh hehehe

    ReplyDelete