Thursday, February 7, 2008

sarjana ilmu politik atau wartawan yang bodoh?

Tutut Jadi Rebutan Partai Politik
Ahli Waris Trah Cendana
Golkar Incar Duit Tutut
Pengamat: Terlalu Berani Golkar Gaet Tutut


Negara ini sudah gila.

Benarkah? Atau aku saja yang gila? Aku terlalu lugu, tidak bisa memahami bahwa popularitas keluarga cendana adalah daya tarik bagi Tutut untuk dicalonkan jadi presiden. Aku tidak cukup pintar untuk mengerti bahwa pengalaman Tutut mengurus GNOTA, Kirab Remaja, bahkan sempat mendirikan partai sendiri PKPB, adalah nilai tambahnya di depan partai Golkar.

Tunggu tunggu. Mungkin ini cuma tiup-tiupan media saja. Coba kuingat, kemarin aku membaca Tutut-Golkar ini di detikcom. Ha! Pasti detikcom terinspirasi berita Koran Tempo kemarin, yang headline-nya Tutut Jadi Rebutan Partai Politik. Mungkin sistem kerja orang media yang harus selalu berpikir “what’s next” memunculkan ide itu di Tempo; “What’s after Soeharto’s death? Mau nampilin isu apa setelah kematian Soeharto?Tuntutan hukum? Penyitaan harta keluarga cendana? Aha! Pencalonan Tutut jadi presiden saja!”

Pemikiran seperti inilah yang membuat headline media berbeda-beda. Kalau tidak ada berita bencana, presiden ke luar negeri, atau resesi ekonomi, masing-masing media ya menciptakan isu sendiri, hoping that others will only follow. Dan Koran Tempo yang memang nyentrik itu melakukannya…

Eh tunggu dulu. Di berita di Tempo itu ada kalimat “…Jusuf Kalla juga mengimbau Dewan Pimpinan Wilayah Golkar merangkul kader Golkar yang loyal kepada Soeharto, “Supaya menang dalam Pemilu 2009,” katanya.”

Ah, itu sih, Temponya saja yang nge-matching-matchingin quote JK ke dalam berita itu. Maksud JK jelas, ia ingin Golkar mendapatkan suara dari pendukung Soeharto. Ia juga mengkonfirm kalau Tutut masih fungsionaris Golkar. Tapi tidak ada hubungannya dengan Tutut jadi calon presiden.

Tapi apa ini, di akhir berita? “Pengurus besar Nahdlatul Ulama juga tidak menganggap tabu mengundang keluarga Cendana menghadiri ulang tahun NU yang ke-82 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.”

Apa? Apa? jadi itu bukan tiupan media saja? Jadi benar politikus dan ormas tertarik pada Tutut? Jadi Tutut memang akan terjun ke politik seperti jaman orba?

Ya ampun! Aku tidak bisa paham hal ini. Aku tidak cukup politis untuk mengerti bahwa popularitas dia lebih penting daripada mengambil kembali harta rakyat yang telah dijamahnya. Aku tidak cukup diplomatis untuk ikut berkoar-koar mendukung kembalinya si Tuan Putri: “Saudara-saudara, Tutut sebagai calon presiden akan lebih berguna bagi negara ini daripada mengembalikan harta hasil korupsinya!”

Aduh aduh…aku bodoh sekali. Buang saja gelar sarjana-ilmu-politik-ku ini :(

2 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Kadang wartawan skrg emang suka usil. Bikin headline yg agak norak biar nyangkut di mata pembaca. Sebabnya mungkin berita2 skrg udah membosankan, atau momentumnya lagi tepat di saat wafatnya Soeharto.

    Tapi salut jg buat ANtv misalnya, yg jadi pionir pemberitaan NAMRU-2. Menghubungkannya mulai dari isu kesehatan sampai intelijen memberikan kita pandangan menyeluruh.

    Reportase memang soal 2 hal. Pertama, bahannya emang eye-catching. Kedua, gimana wartawan meramunya jadi berita yg baik. Asal jgn ngutip narasumber sepotong-sepotong :)

    ReplyDelete