Sunday, June 19, 2011

Les Premiers Verres

Video ini bikin saya pengen jadi penari, penyanyi, pemain trumpet, dan sutradara!

 

Akhirnya saya bikin blog baru. Khusus buat tulisan berbahasa Prancis. Gara-gara kursus Prancis lagi, saya jadi ngeh, betapa dulu buang-buang duit untuk les cukup lama, dan pada akhirnya tu bahasa ilang begitu saja. Saya ngeh waktu ngeliat temen-temen yang semangat sekali mempelajari bahasa baru walopun nggak mudah. Sedangkan saya bisa mencerna dengan gampang karena udah pernah belajar. Jadi, dulu itu les Prancis ngapain aja ha? Kursus dua taun, trus brenti gara-gara skripsi. Trus, dapet kerjaan pertama di media bahasa Inggris, intensif nulis Inggris tiap hari, jadi Prancisnya gak bersisa.

Sekarang, mumpung dilesin gratis, dengan jam hiper-intensif, untuk nantinya ikut ujian DELF, nggak boleh main-main dong. Saya bercita-cita Prancis saya tetap harus lancar, walopun udah kelar les dan dapet sertifikat DELF sekalipun. Walopun nanti ke Prancisnya cuma sebagai turis. Walopun udah pulang dari Prancis (deeuu gaya) trus kemungkinannya kecil buat ke sana lagi. Saya percaya bahasa apapun pasti berguna. Walopun kecil. Keciiiiiiiiiilllllll.

Masalahnya, curiga bahasa yang udah dikuasai jadi rusak. Seperti waktu saya di media Inggris itu. Makan Inggris tiap hari, jadi dadah deh Prancisnya. Nah, sekarang lagi makan Prancis tiap hari, kalo gak ngatur diet Inggris juga, bisa barabe nantinya. Well, sudah terbukti kok. Setelah sebulan les, saya ujian TOEFL, tanpa persiapan apa-apa. Hasilnya? Turun beberapa poin, setelah bertahun-tahun statis! Ah jangankan saya yang gak lagi nulis atau ngomong Inggris tiap hari. Senior-senior saya yang di media Inggris itu, kalo nulis dalam bahasa Indonesia, udah keinggris-inggrisan kali gayanya. Bahasa Indonesia, tapi nggak Melayu dan nggak Timur.

Untung ada teman saya si Miss Butterfly. Dia ujug-ujug minta diajarin bahasa Inggris. Tersanjung, senang, dan kuatir. Pengalaman saya ngajar Inggris cuma untuk mahasiswa di kelas Academic English. Untuk ngajar privat dengan orang seumuran saya, yang pastinya juga pernah belajar Inggris, jadi bingung mau mulai di mana. Dianya gak keberatan mulai dari awal lagi. Walopun dari awal, gak mungkin saya ngajarin dia seperti anak SD lagi; “anak-anak, I harus diikuti dengan am dan verb+ing yaaa!” Saya cuma ngingetin dia lagi, kapan make verb+ing, verb+ed, verb II, III, dll. Segala macam tenses itu lah. Walopun jadwal lesnya sering terhambat kesibukan masing-masing, dan walau saya pun gak tau mana yang present tense, future simple, dan past perfect, cuma tau penggunaannya aja, tapi seneng banget bisa ngebantu, dan nemuin cara buat mempertahankan Inggris saya. Saking senangnya, saya jadi suka ngasih peer dan menerornya dengan bilang “peer” di mana-mana; di sms, YM, dan jejaring sosial. Hihihih. Maapkeun gurumu ya nak.

Anyway, jadilah saya bikin blog itu. Karena tulisan yang diposting masih culun macam cerita liburan, bikin surat, dll, saya kasih judul Les Premiers Verres. Artinya gelas anggur pertama, maksudnya, masih pemanasan (maksa gak sih). Terinspirasi dari lagunya Beirut, Un Dernier Verre. Kenapa Beirut? Ini gara-gara guru saya kadang ngasih lagu buat ngebantu kita belajar. Jadi saya ikut-ikutan nyari lagu-lagu Prancis. Sampai nyasar ke Beirut. Seingat saya, mereka dari Kanada, karena beberapa lagunya pake judul bahasa Prancis. Seperti Arcade Fire yang memang dari Kanada, yang juga menjuduli beberapa lagunya dengan bahasa Prancis. Ternyata Beirut tuh band Amerika, yang kebetulan saja terinspirasi oleh musisi Prancis untuk album kedua mereka, The Flying Club Cup. Mereka memang banyak dipengaruhi musik-musik di luar Amerika, termasuk Balkan dan Meksiko.

Jadi, sekarang saya mentok di video di atas. Suka banget musiknya, suka banget klipnya, tapi nggak berani saya pajang di fesbuk karena sodara-sodara saya yang udah jadi “teman” bisa melotot ngeliat tarian-tariannya yang rada nyeleneh.

Ah siapa sih yang nyiptain tombol replay? Saya sampe gak bisa bikin peer gara-gara liatin ini terus.

15 comments:

  1. Jadi, ini yang disebut sebagai bahasa romantis, memiliki sisi lain yang sedikit berbeda: mesum. Sama seperti orang luar yang tidak paham sama sekali dengan budaya mereka, oleh orang dalam disebut sebagai: naif. Maka ketika ada orang luar yang dapat menikmati apa yg bisa mereka nikmati, tapi takut dengan budaya darimana mereka berasal, entah apa menyebutnya: Shock culturiil, atau alienasi? Apapun itu, satu yg bisa saya lihat dari koreografi dalam klip di atas hanyalah: ah, saya masih terlalu ortodoks untuk urusan musik. *sambil mengingat2 gaya Fredy Mercury waktu menyanyikan Seaside Rendezvous. :p

    ReplyDelete
  2. doe: ayo ayo, aku kasih peer yang banyak ya dek :p

    HP: bahasa romantis? prancis maksudnya? hm... klip ini gak ada hubungannya sama bahasa prancis loh. cuma intermezzo :p ternyata tulisan saya gak dibaca dengan benar, atau kamu cuma cari2 alasan untuk komen.

    IMO, musik cuma masalah taste, gak ngaruh dari budaya atau ideologi segala. gimana bisa anak kampung seperti saya suka musik unik seperti ini, tapi anak kota sepertimu malah suka musik pasaran? lagipula, sama sepertimu, saya gak minum alkohol, tapi jujur telinga saya gak tahan lama2 dengar queen seperti telingamu :)

    ReplyDelete
  3. Hahaha... kayaknya kamu harus baca Pierre Bourdieu deh (Distinction: A Social Critique of the Judgment of Taste), selain karena dia orang Prancis--jadi bisa menyentuh filsafat Prancis dalam bahasa aslinya yg berbunga-bunga itu, juga karena dia beranjak dari sosiologi.

    Tentang Queen, ah saya salah. Mestinya klip I want to break free, dan bukan yg itu. Pasaran? Bukan masalah kok, toh my distintiveness not in music. Gak punya selera ya? Tuh kan saya benar. :p

    ReplyDelete
  4. buku yang diterbitkan tahun 1984? ketika belum ada internet, bahkan di indonesia belum ada RCTI? dan yg diteliti siapa, apa cuma warga negara maju seperti prancis, yang bahkan diplomasi kulturalnya tidak menyebar begitu luas, atau warga amerika yang gak begitu mengenal budaya di luar budaya mereka? i beg to disagree with yang mulia bourdieu :)

    ReplyDelete
  5. ya, jika tidak percaya pada hasilnya, mungkin kamu bisa percaya pada pattern dan asumsi yang dia teliti. Toh Bourdieu menawarkan sebuah pendekatan dan bukan hasil yg tentu saja sangat berbeda dalam ruang dan waktu. Bukankah obyek penelitian hanyalah aksioma, sedangkan rumusan bisa diduplikasi pada occasion yg berbeda. I think you know how science works, don't you?

    What is interesting to me, why you so stubborn with your insight on music preference and taste? Any rationale? :)

    ReplyDelete
  6. stubborn? u should ask urself about linux first :)

    ReplyDelete
  7. I am using Windows XP now, then I am not stubborn. :)))

    ReplyDelete
  8. Sophie yang mana ya? Sophie Amundsen, atau Elis-Bextor? Ah, kamu pasti suka dua2nya kan. :p

    ReplyDelete
  9. Miss...ayo belajar lagi...rindu kamu miss...eh maksudnya rindu belajar miss :D

    ReplyDelete
  10. ayo belajar lagi. rindu curcol yak hahaha

    ReplyDelete
  11. karena prancis masih dekat ke bhs inggris. jadi kalau udah belajar bhs inggris, bisa membantu belajar prancis

    ReplyDelete