Wednesday, January 19, 2011

Gadis Periang dan Lelaki Pendiam

Saya selalu merasa, hidup ini gak adil buat orang-orang pendiam dan pemalu seperti saya. Bagi orang seperti ini, agak sulit untuk langsung merasa enjoy dengan orang baru. Kalau kenalan, hanya orang-orang tertentulah yang bisa langsung akrab sama orang-orang pendiam ini; a) orang yang emang gampang akrab dengan siapa saja, dengan kata lain, si orang gampang-akrablah yang mengambil inisiatif untuk mencairkan suasana; b) orang yang gak gampang-akrab juga, tapi punya beberapa kesamaan sehingga ada topik yang bisa mengikat mereka dalam pembicaraan yang asik. Sudah jelas kan, kenapa orang yang pendiam lebih sering tampak menyendiri daripada ngumpul-ngumpul. Tapi bukan berarti orang pendiam tidak punya banyak teman. Bisa saja orang pendiam butuh lebih banyak waktu dari orang periang untuk merubah acquaintance menjadi teman. Tapi saya rasa memang lebih banyak orang periang yang punya banyak teman daripada orang pendiam.

Emang gak adil buat ngebanding-bandingin sifat orang. Tapi kenapa saya bilang dunia gak adil buat orang pendiam, karena stereotip masyarakat yang datang dari produk budaya memang lebih mengunggulkan orang periang (deuh, bahasanya). Si periang akan lebih digampangkan segala macam urusannya; di sekolah baru, di kantor lurah ngurusin KTP, di lingkungan kerja, menggalang massa buat demo atau nyalonin diri jadi caleg, apalagi deketin calon mertua. Sedangkan si pendiam dengan sabar menunggu KTP yang molor beberapa hari, puas jadi tim sukses kampanye dan orang di belakang panggung, serta rajin bawa-bawain kue buat calon mertua biar disangka perhatian. Dan ini termanifestasi dalam produk budaya yang saya bilang tadi, tokoh-tokoh utama di film atau novel yang paling asik adalah si periang. Dan lebih parah lagi, tokoh perempuan periang lebih mendominasi daripada tokoh pendiam. Tokoh utama perempuan, kalo gak sanguinis ya phlegmatis. Tokoh utama laki-laki, mau pendiam dan cool ataupun periang sama asiknya. Penonton yang menggemari Ariel Peterpan dan Indra Bekti mungkin sama banyaknya.

Biasanya perempuan periang akan dipasangkan dengan lelaki pendiam. Coba aja liat komik-komik jepang dan filmnya, juga film korea dan taiwan. Saya lupa judulnya, dulu ada komik jepang yang tokohnya pasangan dengan nama hampir mirip, tapi dengan sifat sama sekali beda. Yang cowok cool dan pendiam, tapi digemari cewek-cewek, sedangkan si cewek periang dan ceroboh serta gak menarik, tapi mereka bisa jadian dan semua orang jadi heran. Atau liat aja Meteor Garden deh. Tomingse (sorry for the spell) emang gak pendiam, tapi dia jutek abis, dan cewek periang seperti Sancai dan Yesha lah yang bisa menaklukkannya. Novel perahu kertasnya Dee yang baru saya baca, juga dengan tokoh utama gadis periang, dengan cowok yang, yah, gak pendiam sih, tapi cool dan dewasa. Cewek pendiam biasanya jadi sahabat, atau pemain figuran yang ngeliatin dari jauh aja.

Saya pikir, tadinya ini cuma stereotip khusus film-film jepang, korea, dan taiwan yang baru digandrungi dekade terakhir ini. Tapi ternyata ada juga nenek moyangnya, sepert Breakfast at Tiffany’s. Siapa sih yang gak jatuh cinta sama tokoh Holly-nya Audrey Hepburn, periang, ceroboh, sensitif, dan suka ngobrol. Kehidupan Holly yang asal itu diselamatkan oleh Paul, atau yang ia panggil Fred, yang berpikiran tenang dan dewasa. Dan di tengah sekian banyak perbedaan itu, mereka malah jadi saling melengkapi. Dan penonton jadi terbuai oleh kisah cinta penuh warna ini.

Mungkin ada penjelasan psikologis untuk hal ini. Orang yang periang lebih gampang untuk dipahami, dan lebih gampang pula bagi penonton untuk emotionally attached dengan mereka. Sedangkan film yang dipenuhi adegan orang pendiam yang galau dan tidak bisa mengekspresikan perasaannya, akan sukar dirasa oleh penonton.

Saya yakin, banyak yang protes atas pandangan subjektif ini. Setiap orang tidak bisa dibandingkan, dan saya percaya bahwa suatu karakter adalah dua sisi mata uang, ada keuntungan dan kerugian; misalnya orang perfeksionis cenderung menghasilkan karya yang tanpa cacat, tapi ia bisa butuh waktu lama buat menyelesaikannya, atau sering bete sendiri kalau gak puas sama kerjaannya. Mungkin penjelasan yang tepat buat subjektivitas saya adalah fenomena rumput tetangga yang lebih hijau. Kisah tentang orang yang sangat berbeda dari saya, yang tidak akan pernah jadi diri saya, tampak lebih mendominasi. Sedangkan tokoh gadis pendiam dalam film sering terlewat dari pengamatan saya. Tapi seingat saya, tokoh gadis pendiam biasanya jatuh cinta sama bad boy, yang selalu akan menyakitinya. Contohnya film Public Enemy, tentang gadis lugu dan lelaki urakan yang ngerampok bank. Yah, cerita tentang pasangan orang pendiam tentunya gak asik. Kecuali kalau scriptwriter-nya pinter meramu dialog witty di antara mereka.

10 comments:

  1. tokoh elizabeth dalam novel pride n prejudice saya kira tergolong pendiam. Dan ia bisa jadian dgn darcy yg juga pendiam. Atau bagaimana dgn tokoh oshin yg juga pendiam itu.

    ReplyDelete
  2. waduh, saya blm nonton/baca pride and prejudice ini. emang bisa aja, tokoh utamanya pasangan pendiam, dan setelah film abis, kesannya mereka bakal live happily ever after. tapi kl mau andai2 gak penting, kl film itu diterusin, menurut saya bakal ada godaan cewek periang yang narik perhatian si cowok, atau cowok bad boy yang menggoda si cewek. yah, untung filmnya gak diterusin :)

    ReplyDelete
  3. hmmmmmmm.....
    saya senang kok bisa berteman dengan gadis pendiam..setidaknya saya jadi belajar untuk tidak terlalu banyak bicara :)

    ReplyDelete
  4. Wah, kenapa begitu yakin sekali ya? So, pessimistic.

    Kalo saya suka orang yg misterius Hes. :p

    ReplyDelete
  5. lelaki pendiam bisa jadi periang di saat2 tertentu berdua si wanita periang. si lelaki asyik bercerita ke si wanita.

    si wanita periang bisa jadi pendiam di saat2 tertentu berdua si lelaki periang. si wanita asyik mendengarkan si lelaki.


    ...ketika mereka sudah saling percaya.

    ReplyDelete
  6. kamu terlalu terpengaruh suasana aja deh .

    pastilah kamu dapet yang kamu inginin intinya cuman satu pahamin orang lain. Terima mereka apa adanya.

    ReplyDelete
  7. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  8. iwan: perasaan saya gak bilang kalo gak bisa terima orang lain apa adanya deh

    sonny: "pada satu sisi dangkal, tapi pada sisi lain dalam..." --> oxymoron or a mere inconsistency?

    ReplyDelete
  9. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  10. wah, komen curcol. i should've known...

    peace, son :D

    ReplyDelete